Saturday, October 23, 2010

BERAPA RUPIAH YANG SUDAH DIKELUARKAN?!

2 comments

Sebelumnya saya belum pernah terlintas di benak saya. Sekalipun! Mungkin ini sudah menjadi peringatan bagi saya untuk selalu mengingat bahwa masih banyak sekali teman2 yang berada di bawah saya secara finansial (Mungkin. Alhamdulillah. Ini bukan milik saya ataupun orang tua saya. Akan tetapi ini adalah titipan yang diberikan Allah kepada keluarga saya). Sekaligus pula sebagai bahan refleksi diri untuk selalu tak lupa mengucap syukur kepada Allah SWT. Mungkin selama ini saya terlampau bahagia dengan kehidupan di dunia ini, tapi dengan adanya pemikiran seperti ini semoga selalu mengingatkan saya kepada yang Di-Atas. Semakin memperbaiki kehidupan iman saya sehingga saya bisa lebih sukses dunia akhirat. Tentunya bukan untuk saya saja. Namun, kepada temen2 yang membaca tulisan saya walaupun hanya sekilas.
Mungkin bisa kita mulai cerita ini. Tiap harinya kalau saya ngampus, saya selalu mengendarai motor (ingat ya, bukan bawa! Kalau bawa, bisa dibayangkan betapa kuat dan perkasanya saya :D hehehe). Tak jauh dari rumah saya, tapi masih dalam area singosari, ketika saya sedang entah mengapa, tiba-tiba timbul pemikiran seperti ini: BAJU YANG SAYA KENAKAN BERAPA RUPIAH YA? KALO ROKNYA?? JILBABNYA? CIPUT? LALU JAKETNYA? BELUM LAGI YANG DALEM (MAAF)? EH, ADA YANG LUPA, SEPATU SAYA? KAOS KAKI? Wah wah wah. Banyak sekali.
Kalau mungkin kita kalkulasikan:
Baju: Rp. 50.000,00
Rok: Rp. 60.000,00
Jilbab: Rp. 12.000,00
Ciput: Rp. 3.000,00
Jaket kelas: Rp. 100.000
Sepatu: Rp. 50.000,00
Kaos kaki: Rp. 5.000,00
Kalo ditotal ada Rp. 280.000,00. Masya allah, banyak sekali. Itu masih benar-benar hitungan kasar. Yang bisa diliat mata alias benda-benda MAKRO. Benda-benda mikro? Entah berapa banyak. Bukankah tadi saya tidak menghitung seperti bros saya kenakan. Tas beserta isinya. Ataupun mungkin bensin yang berada di dalam mesin motor saya. Subhanallah.
Apa yang bisa kita simpulkan disini?
1.    Bahwa apa yang kita kenakan, melekat di bada kita, apa yang kita gunakan, apa yang kita kendarai, dsb adalah titipan Allah yang diberikan melalui jalur orang tua kita tercinta. Allah pun begitu. Allah begitu sayang ke kita. Kadang kita saja yang lupa untuk sayang kepada Allah (saya salah satunya T.T Astagfirullah L). Mungkin kita juga lupa untuk bersedekah sesama, ini saatnya kita untuk saling mengingatkan agar bersedekah. Karena kalau ditilik dari nilai rupaih yang tadi kita bicarakan, pastinya akan ada beberapa uang dimana itu adalah hak dari kaum dhuafa. Semangat teman2! ^^v
2.    Kembali lagi, apa yang ada sekarang adalah SALAH SATU bentuk kasih sayang orang tua kepada kita, sebagai putra-putrinya. Tidaklah mungkin orang tua tidak akan memfasilitasi kita dalam menempuh ilmu sedemikian panjang. Sekecil apapun bentuknya, mungkin tak kasat mata, itu adalah bentuk kasih sayangnya yang pastinya takkan pernah lekang oleh waktu. Yuk, kita sama-sama saling mengingatkan betapa sayangnya orang tua, ayah ibuk, bapak ibuk, mama papa, mami papi atau apapun sebutannya, kepada kita. Pastinya kita tidak bisa mengembalikan apapun yang sudah beliau berikan kepada kita. Hwaaaa. Saya jadi pengen nangis kalo denger kata ayah ibuk. T.T
Ini adalah orang tua saya, heheehe, mungkin temen2 bisa inget2 orang tua masing masing.

3.    Bahwa apapun yang kita punyai saat ini, yang kita kenakan, yang kita gunakan fasilitasnya adalah bukan milik kita, itu semua milik Allah semata.
Mungkin agak geje ya postingan saya. Hehehe. Maaf banget teman. Disini saya hanya ingin share pengalaman saya. Silakan kritik saya dan berikan saran yang membangun bagi saya dan teman-teman yang membaca ataupun tidak membaca postingan ini J apabila ada yang ingin menambahkan, monggo... mboten nopo-nopo. Hehe. Terima kasih :D 

bengkel Kharisma - Singosari
23 Oktober 2010 pukul 14.26

Friday, October 22, 2010

Ketika RUU Keperawatan di anggap tidak penting

4 comments
RUU Keperawatan yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan berada pada urutan 18 tahun 2009/2010 terancam digantikan dengan RUU Tenaga Kesehatan yang muncul secara tiba-tiba.

Rencana Badan Legislasi (Baleg) mengganti RUU Keperawatan dengan RUU Tenaga kesehatan, mendapat banyak tanggapan dari Komisi IX yang membidangi kesehatan, ada apa ini, kenapa tiba-tiba diganti, sebab RUU Keperawatan masuk program legislasi jangka menengah atau lima tahun.

Anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP, Surya Chandra Suropaty, salah seorang yang mengkritik Baleg. “Dari Fraksi PDIP menyatakan menolak jika kemudian RUU Keperawatan diganti menjadi RUU Tenaga Kesehatan".

Menurut Surya, perubahan nama RUU berdampak pada perbedaan substansinya. Ia khawatir RUU Tenaga Kesehatan tidak akan secara jelas dan spesifik mengatur soal Keperawatan. Namun begitu, Surya mempersilahkan jika pemerintah tetap ingin mengusulkan RUU soal Tenaga Kesehatan.

Menanggapi apa yang disampaikan Surya, anggota dewan dari Fraksi Golkar, Nudirman Munir, juga angkat bicara. Menurutnya, ada kejanggalan ketika sebuah RUU berubah nama dan sudah dibawa ke sidang paripurna, ternyata masih mendapat pertentangan dari komisi yang terkait dalam pembahasan RUU tersebut. “Agak aneh jika usulan yang disampaikan Baleg, ternyata masih mendapat pertentangan dari Komisi IX,” ujarnya.

Menurut Anggota DPR asal Sumatera Utara yang juga Anggota komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Ansory Siregar meminta pimpinan DPR RI untuk tidak mengesahkan akan dibuangnya RUU Keperawatan pada perubahan Prolegnas 2010 yang diganti dengan RUU Tenaga Kesehatan.

”Tindakan Baleg kurang tepat dan tidak dapat dibenarkan, ada indikasi permainan dibelakang oleh oknum. Jelas ini melecehkan hak inisiatif anggota DPR RI, karena RUU keperawatan merupakan RUU hak inisiatif anggota DPR RI sejak periode yang lalu. Atas dasar apa Baleg bersikap demikian? Kenapa tidak terlebih dahulu dibahas dengan anggota komisi IX ” ungkap ansory dengan geram.

Dikutip dari berbagai sumber

http://medianers.blogspot.com/2010/10/ketika-ruu-keperawatan-di-anggap-tidak.html

ASA DIANTARA AIR MATA

0 comments

Tidak satupun manusia bisa memilih nasibnya, tak terkecuali para ibu luar biasa yang hadir di Kick Andy dalam episode Asa Diantara Air Mata ini.  Inilah gambaran kasih sayang para ibu yang tiada batas dan tak pernah surut, meski mereka dikaruniai anak-anak yang “istimewa“.
Tersebutlah seorang ibu asal desa Manding, Saptodadi, Bantul, Jogjakarta – Ibu Tukirah. Ibu berusia 61 tahun ini sepanjang hari selama 35 tahun terakhir hidupnya, ia habiskan untuk mengurus tiga orang anaknya yaitu, Eko Nurohmat (35 tahun), Dwi Nurbintarti (32 tahun) dan Chairul Samsuri (29 tahun) yang terlahir dalam keadaan cacat fisik dan keterbelakangan mental.

Mereka sangat tergantung dengan Tukirah mulai dari makan, minum, berpakaian, mandi, dan hal-hal pribadi lainnya karena mereka tidak bisa melakukannya sendiri, dan mereka hanya mampu berbaring di atas tikar lusuh sepanjang hari, tapi Tukirah tidak pernah menyesali apalagi menelantarkan anak-anaknya. Baginya kehidupan mereka adalah segalanya, bahkan hampir-hampir ia tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.

Tukirah bukan tidak berusaha untuk mencari kesembuhan bagi ketiga anaknya. Ia bahkan pernah membawa anaknya berobat ke berbagai tempat namun tidak kunjung sembuh hingga akhirnya ia pasrah menghadapi semuanya. Bahkan saat ia hamil anak ketiga, ia sempat kontrol ke dokter sejak hamil, lahir sampai saat penimbangan. Ia juga pernah membawa anak ketiganya tersebut ikut terapi selama 2 tahun namun tidak membuahkan hasil.

Tukirah kini sudah berusia 60 tahun, rambutnya sudah mulai memutih, tenaganya pun sudah mulai berkurang, penyakit gula darah, darah tinggi dan jantung sudah hinggap di dirinya. Terkadang jika ia sudah tidak kuat lagi dan harus berisitirahat, ia hanya bisa tidur sebentar. Sebelum akhirnya kembali mengurus anak-anaknya.

Sejak suaminya - Sandiman, pensiun dari mengajar di SMP Negeri 1 Sewon, tahun 2004, barulah membantu Tukirah mencuci. Diakui Tukirah, suaminya memang tidak setelaten dirinya. Hingga kini mereka hanya menggantungkan hidup dari uang pensiunan tersebut. Tukirah terkadang mengaku sedih jika anaknya minta uang jajan tetapi ia tidak bisa memberikannya. Karena menurut Tukirah anak-anaknya tidak pernah meminta apa-apa dari dirinya.

Setiap malam menjelang tidur, Tukirah membayangkan siapa yang akan merawat anak-anaknya kelak jika ia meninggal. Sering dia bertanya, "Apakah saya berdosa jika saya meminta kepada Yang Kuasa agar anak-anak saya meninggal lebih dahulu dibanding saya". Dia mengkhawatirkan hal ini, karena tidak ada orang yang mampu merawat anak-anaknya seperti ibunya sendiri. Pernah suatu kali, Tukirah pergi ke pasar dan menitipkan anaknya ke saudaranya ternyata ketika pulang, anaknya yang bungsu mengalami patah kaki. Tukirah pun menjadi sedih, ia tidak menyalahkan siapa pun hanya saja ia mengaku menjadi lebih berhati-hati jika harus menitipkan anak- anaknya. Bahkan saat diundang ke Kick Andy, Tukirah baru bersedia asalkan suaminya tetap tinggal di rumah menjaga ketiga buah hati mereka.

Tamu Kick Andy berikutnya adalah Ibu Sadiah yang memiliki 8 orang anak dari pernikahannya dengan (Alm) Amin Pupu. Namun 5 dari 8 orang anaknya menderita kelumpuhan. Sadiah sendiri mengalami hal yang sama. Ia juga mengalami pelemahan otot secara bertahap sejak kelahiran anak bungsunya. Hingga akhirnya sejak 3 bulan yang lalu ia mengalami kelumpuhan total. Sadiah dan anak-anaknya tinggal di rumah sederhana di atas tanah warisan suaminya di Kampung Warung Poncol, Desa Duren Mekar, Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

Anak pertamanya, Marpuah, mulai mengalami pelemahan otot di usia 12 tahun. Dan akhirnya lumpuh total saat  berusia 40 tahun. Begitupun dengan keempat adik-adiknya, Suryadi, Hoirudin, Tabroni dan Nyai. Mereka semua mengalami pelemahan otot secara bertahap hingga akhirnya lumpuh total. Sedangkan ketiga adiknya yang lain, dua normal yaitu Sape’i dan Pendi, sedangkan Holid walaupun masih bisa berjalan tetapi kini juga mulai mengalami pelemahan otot.

Karena penyakit yang dideritanya, hampir semua anak Sadiah tidak lulus SD. Hanya Sape’i yang mengenyam pendidikan sampai SMP. Dan Pendi menjadi satu-satunya anak Sadiah yang sukses menempuh pendidikan sampai mendapatkan gelar diploma. Sape’i sekarang sudah menikah dan memiliki 3 orang anak yang normal dan bekerja sebagai pembersih kolam di padang golf. Pendi bekerja sebagai pegawai kontrak di daerah Fatmawati. Sedangkan Holid sendiri sehari-hari bertugas menjaga warung milik mereka.

Menurut Sadiah, keadaan keluarganya sudah lebih baik semenjak media memberitakan tentang keadaan keluarganya sekitar 5 tahun yang lalu. Sebelumnya, suaminya terpaksa harus menjual tanah warisannya sedikit demi sedikit untuk membiayai kehiudpan mereka. Almarhum suaminya sendiri, Amin Pupu, hanya seorang petani. Praktis untuk membiayai kehidupan mereka saat itu, Amin Pupu harus berjuang sendiri dibantu oleh kedua anaknya yang normal yaitu Sape’i dan Pendi.

Sadiah mengaku ia dan suaminya tidak ada saudara kandung, orangtua, atau kakek neneknya yang menderita kelumpuhan, sebagaimana yang dialami Saidiyah dan lima anaknya. Begitu pun yang terjadi pada Suryadi. Anak keduanya itu tiba-tiba jatuh dan kakinya lemas tidak bisa menopang tubuhnya. Karena takut bernasib seperti Marpuah yang saat itu sudah terserang lumpuh, saat itu suaminya membawa Suryadi berobat ke dokter. Suryadi sempat dirawat di Rumah Sakit Fatmawati selama lebih kurang tiga bulan. Karena tidak ada perubahan, akhirnya Suryadi di bawa pulang. Karena tidak mempunyai biaya lagi, Sadiah dan suaminya tidak membawa anak-anaknya yang lain ke rumah sakit. Sadiah pernah mendapat bantuan pengobatan gratis dari Hembing namun karena tidak ada perubahan akhirnya tidak diteruskan.
Setelah Marpuah dan Suryadi lumpuh, penyakit itu memang kemudian berturut-turut menyerang Sadiah, Hoirudin, Tabroni, Holid, dan Nyai. Sadiah tidak ingat berapa selang waktu penyakit itu menyerang anak-anaknya. Yang Sadiah ingat, kelumpuhan itu datang setelah masing-masing anaknya masuk SD. Anaknya yang bungsu, Nyai mulai terserang gejalanya ketika sudah kelas empat SD. Karena jalannya jadi cacat, Nyai akhirnya berhenti sekolah. Semua anaknya yang menjadi lumpuh tidak ada yang tamat SD.

Suaminya, (Alm) Amin Pupu meninggal 1,5 tahun yang lalu akibat penyakit paru-paru yang dideritanya. Sekarang ini mereka hidup dari bantuan beberapa orang yang bersimpati dengan kehidupan mereka. Untuk kebutuhan sehari-hari, kedua anaknya yang normal, Sape’i dan Pendi ikut membantu memenuhi kebutuhan hidup ibu dan saudara-saudaranya. Sedangkan kelima anaknya yang lumpuh biasanya membantu kegiatan rumah tangga seperti, memasak, mencuci dan bersih-bersih.

Keterbatasan jarak dan biaya tak dihiraukan oleh ibu dengan enam anak ini - Petronela Weheb, seorang ibu yang gigih memperjuangkan kesembuhan ketiga anaknya yang divonis dystrophy muscular progressiva, kelainan otot yang menyebabkan ketiga buah hatinya itu menjadi sulit berjalan. Ibu Petronela berasal dari Maluku Barat Daya. Ia datang ke Jakarta awal tahun 2010 demi mencari kesembuhan bagi ketiga anaknya. Di Jakarta, ia tinggal dirumah kontrakan berukuran 2,5 x 6 meter di daerah Jakarta Timur bersama ketiga anaknya yang lumpuh yaitu Mestenom Weheb (27) dan Samuel Weheb (21), dan Heri Paulus (10 tahun) dan anak bungsunya yang terlahir normal dan berusia 6 tahun. Pada pertengahan bulan Juni, suaminya Lukas Weheb menyusul dirinya dan keempat anaknya di Jakarta.

Hidup di Jakarta, membuatnya semakin hidup dalam kekurangan, terlebih karena ia tidak bekerja dan waktunya tersita untuk mengurus ketiga anaknya yang menjadi lumpuh. Biaya untuk makan dan mengontrak rumah ia dapatkan dari sumbangan keluarganya di Ambon.
Cobaan hidupnya bertambah ketika anak pertamanya, Meste, terkena infeksi paru-paru dan sampai pada kondisi koma, hingga perlu dilarikan ke RSCM. Bertambah miris hati Petronela saat dokter mengatakan bahwa pemeriksaan pada kaki anak2nya tidak mengupayakan hasil apapun, dokter tidak memberi saran pada kesembuhan ketiga anaknya. Kini Petronela hanya dapat berdoa dan pasrah kepada Tuhan dan berharap agar anak-anaknya dapat berjalan normal seperti anak-anak lain sehingga dapat meraih masa depan seperti yang mereka cita-citakan.

Ketika lahir, Dhea anak dari pasangan Ekawati dan Fauzy yang menikah pada tahun 1988 terlihat normal saat balit. Satu hal yang membuat Ekawati khawatir karena Dhea sangat sulit makan, dan berpikir hal ini bisa menimbulkan penyakit. Namun ternyata Dhea sehat-sehat saja.
Saat Dhea duduk dibangku SD, Ekawati sepakat bersama suaminya untuk menambah anak satu lagi. Ekawati pun kemudian melahirkan anak keduanya Dhena Celya, pada tahun 1995. Dokter yang membantu Dhena sejak awal memberitahu Ekawati dan suaminya bahwa bayi mereka menderita Down Syndrome. Ekawati sempat syok. Dunianya serasa hancur. Apapun nama kelainana yang diderita anaknya begitu menakutkan bagi dirinya dan suaminya.

Begitu tahu apa yang akan dihadapinya, Ekawati semakin syok. Air matanya tercurah sederas-derasnya, tubuhnya juga terasa lemah. Sampai akhirnya ia tiba di satu titik diaman ia merasa tidak kuat lagi menerima cobaan ini. Di saat itulah Ekawati sadar bahwa ia harus tabah. Ia harus menerima ini sebagai bentuk kasih saying dari Tuhan Yang Maha Esa (TYME). Karena Tuhan telah memilih Ekawati dan suaminya untuk memiliki anak istimewa seperti Dhena.
Sejak kelahiran Dhena otomatis waktunya banyak tersita untuk Dhena. Bahkan hal-hal kecil untuk Dhena sangat ia perhatikan. Anak pertamanya, Dhea, saat itu sudah masuk SD dan sudah mulai mandiri. Disamping itu, Ekawati juga terus berusaha untuk mencari kesembuhan untuk anak keduanya. Ekawati bahkan bolak-balik membawa Dhena ke alternatif walaupun tidak membuahkan hasil sampai Dhena berusia 2 tahun.

Cobaan kembali datang kepada Ekawati saat, anak pertamanya, Dhea, berusia 9 tahun. Ia terkejut saat melihat Dhea terbatuk-batuk dan sesak nafas. Mereka kemudian membawa Dhea ke rumah sakit. Menurut hasil pemeriksaan, Dhea menderita Anemia. Hasil laboratorium bahkan menunjukkan Hb darahnya sangat rendah hanya 3. Dokter kemudian menyatakan bahwa Dhea positif menderita tiga kebocoran ginjal. Ekawati pun kembali syok. Dokter pun memberikan obat-obatan yang harus dikonsumsi Dhea. Menurut dokter, ginjal yang bocor masih bisa diobati namun bila bertambah parah bisa menjadi gagal ginjal.

Ekawati merasa terpukul, dilain pihak, Dhea, anaknya yang divonis menderita gagal ginjal terlihat sangat kuat. Sebagai salah seorang penderita gagal ginjal, Dhea ikut aktif dalam Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) dan ikut mengelola websitenya. Dhea bahkan sempat menjadi pembicara di depan para penderita gagal ginjal. Dhea terlihat tidak peduli dan tak mengeluh, wajahnya dari hari ke hari membulat akibat mengkonsumsi obat obat-obatan setiap harinya dan akhirnya membentuk wajah bulan.

Pada tanggal 22 September 2008, anaknya, Dhea yang mengidap gagal ginjal akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dan harus menyerah kepada sakit yang di deritanya. Sampai sekarang, Ekawati mengaku agak trauma jika anaknya sakit. Sedangkan Dhena, sekarang berusia 15 tahun dan bersekolah di SLB Assafiiyah. Ia berkembang menjadi anak yang ceria. Ia bahkan mengidolakan Choky Sitohang dan berbicara dengan bahasa gaul. Walaupun menderita down syndrome, Dhena termasuk tipe yang hiperaktif.

Sosok Masniari Siregar, adalah contoh salah satu ibu yang dengan sabar berjuang demi keberhasilan sang buah hati. Istri dari Ali Pananganan Harahap ini, dalam delapan tahun melahirkan enam anak yaitu, Barli Hakim Harahap (tuna rungu), Raja Muddin Harahap (normal), Erwin Syafruddin Harahap (tuna rungu), Rachmita Maun Harahap (tuna rungu), Linda Nora Harahap (normal), dan Ade Nurima Harahap (tuna rungu). Empat dari enam anaknya menderita tuna rungu sejak lahir, namun ibu Masniari menerima kenyataan itu dengan berbesar hati. Bahkan kecintaannya terhadap sang anak juga diwujudkannya dengan merawat cucunya seorang diri di rumah.

Kini berkat didikan Masniari dan suami, salah satu anaknya yang menderita tuna rungu, Rachmita Maun Harahap, bahkan berhasil menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang S2, dan menjadi konsultan arsitektur interior. Mita yang juga karyawan di salah satu laboratorium desain interior di Jakarta ini, sangat mensyukuri memiliki orangtua yang kerap membimbingnya meraih cita-cita. Hal ini juga dirasakan oleh saudara-saudaranya yang lain. Salah satunya, Erwin Syafrudin Harahap, meski tuna rungu namun ia berhasil menjadi tenaga marketing di salah satu perusahaan swasta. Dengan bimbingan orangtua, Erwin menjadi lebih percaya diri mengaktualisasikan dirinya.

JANGAN BUNUH DIRI

0 comments

Kasus bunuh diri khususnya di kalangan remaja akhir-akhir ini makin marak saja. Kadang kita tak habis mengerti. Hanya karena masalah sepele saja, para remaja itu mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya. Perbuatan nekat itu ternyata tidak hanya dilakukan remaja golongan menengah kebawah saja. Remaja dari kalangan menengah atas juga banyak dijumpai, walau jarang terekspose media.
Pengalaman yang memilukan mungkin yang dialami keluarga Sri Sariyah. Keluarga yang bermukim di daerah Pasar Minggu,Jakarta itu beberapa waktu lalu kehilangan anak yang sangat disayanginya yaitu Muhamad Basir. Menurut Sri, Basir adalah anak yang baik dan penurut. “Tidak pernah macam-macamlah anak saya Basir itu,” ujar Sri mengenang anaknya.

Namun bagai disambar petir ketika itu, ketika Sri dan Suaminya menemukan anaknya, Basir dalam keadaan tergantung lehernya di sebuah gerobak rokok. Basir kala itu masih bisa bernafas. Namun ketika dilarikan ke rumah sakit, menurut Sri, nyawa Basir tidak tertolong. Yang membuat Sri dan suaminya, Hadi Akbar sedih adalah, sehari sebelum ditemukan tergantung, Basir yang masih berusia 10 tahunan itu merengek minta melanjutkan sekolah. “Almarhum sering diejek teman2nya karena tidak sekolah dan anak orang miskin,” kata Sri sambil menangis. Kini Sri hanya bisa meratapi kepergian anaknya, Basir. Cita-cita Basir yang ingin menjadi Polisi hanya tinggal impian.

Kisah tragis lainnya datang dari Jambi. Wahyuningsih alias Neneng seorang siswi sebuah SMK nekat menenggak racun serangga hanya gara-gara tidak lulus ujian nasional beberapa waktu lalu. Menurut Aris, kakak kandung Neneng, adiknya waktu itu seperti biasa pergi ke sekolah. “Tidak ada yang aneh pada adik saya waktu pergi ke sekolah. Seperti biasa ia berpamitan,” jelas Aris menerangkan. Menurut rekan-rekan korban, sesampai di sekolah Neneng terlihat sedih dan terpukul karena namanya tidak tercantum di daftar kelulusan ujian nasional. Dari semua murid, ternyata hanya Neneng yang tidak lulus. Neneng yang dalam keadaan bersedih langsung pulang ke rumahnya. Sesampai di rumah, Neneng langsung masuk ke kamarnya. Dan, sejak saat itu Neneng tidak terlihat keluar kamar. Aris yang merasa curiga langsung mendobrak kamar Neneng. Namun, lagi-lagi terlambat, karena Neneng sudah tak bernyawa dengan mulut penuh busa.

Korban upaya bunuh diri dan berhasil diselamatkan dialami seorang remaja dari Makassar, Nindita Widya Hutami atau biasa disapa Tami. Tidak tanggung-tanggung, Tami mengaku melakukan percobaan bunuh diri sebanyak tiga kali. Tami yang mengaku depresi karena hubungan dengan kekasihnya mendapat larangan orangtua itu nekat mengakhiri hidupnya dengan meminum sejumlah obat tidur yang dicampur minuman bersoda. Nyawa Tami berhasil diselamatkan, setelah ayahnya mendobrak pintu kamar dan melarikannya ke rumah sakit. “Saya sangat menyesal jika ingat kejadian itu. Kini ia merasa hubungan dengan kedua orangtuanya semakin dekat,” ujar Tami menyesal.

Upaya bunuh diri terutama yang dilakukan remaja sebenarnya bisa dicegah. Menurut Psikolog Josephine Ratna, orangtua hendaknya lebih jeli melihat gejala atau perubahan tingkah laku anak-anaknya. Dengan melihat tanda-tanda awal, seperti sering murung, menyendiri dan sering gelisah saat tidur, menurut Josephine, orangtua bisa mengajak anaknya berdialog untuk memecahkan masalahnya.(end) 

ALOKASI MAHASISWA BARU: Pada Prinsipnya PTN Setuju, Tapi.....

0 comments
JAKARTA, KOMPAS.com - Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmaloka mengatakan, aturan penjaringan mahasiswa baru lewat seleksi nasional perlu diperjelas. Pasalnya, ITB pun menyeleksi calon mahasiswa baru hingga ke pelosok-pelosok daerah.
Tidak terlalu banyak efeknya aturan keharusan menerima mahasiswa secara nasional minimal 60 persen.
-- Akhmaloka

”Tidak terlalu banyak efeknya aturan keharusan menerima mahasiswa secara nasional minimal 60 persen. Sebab, seleksi mahasiswa baru di ITB saat ini porsinya sudah 50:50. Artinya, 50 persen menggunakan seleksi nasional dan 50 persen lainnya menggunakan berbagai jalur seleksi,” ujarnya.

Meski demikian, menurut Akhmaloka, perlu dibahas lagi apakah ujian secara nasional itu cuma SNMPT atau juga lewat jalur lain. ”Bagaimana dengan penjaringan yang dibuka hingga ke pelosok-pelosok untuk menemukan penerima beasiswa bidik misi yang tepat sasaran? Pemerintah dan PTN mesti membahas lagi hal ini,” kata Akhmaloka.


Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, pengaturan penerimaan mahasiswa baru di PTN bukan intervensi. ”Kita tidak bisa mengandalkan sepenuhnya kepada PTN dalam penyediaan kursi bagi mahasiswa miskin. Jadi, harus dibuat aturan,” kata Nuh.

Alokasi minimal 20 persen kursi bagi mahasiswa miskin, menurut Nuh, dihitung dari kapasitas PTN. ”Berapa pun yang diterima ya... sudah potong 20 persen kursi untuk siswa miskin. Bukan 20 persen dari mahasiswa yang masuk dari SNMPTN,” ujar Nuh.

Dalam PP Nomor 66 Tahun 2010 sudah dijelaskan, 20 persen siswa harus diberi kesempatan melanjutkan pendidikan tinggi dengan diberikan bantuan biaya pendidikan dan bukan beasiswa. Pasalnya, beasiswa hanya boleh diberikan atas dasar prestasi dan bukan karena latar belakang ekonomi.

Diberitakan sebelumnya, selain mewajibkan perguruan tinggi negeri (PTN) memperbesar alokasi penerimaan mahasiswa baru lewat seleksi nasional, pemerintah juga mewajibkan perguruan tinggi negeri menyediakan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan mahasiswa miskin. Kebijakan ini dikeluarkan untuk membuka kembali akses ke perguruan tinggi negeri bagi semua orang.

Sejumlah pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN) yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (21/10/2010), mengatakan, pada prinsipnya mereka siap untuk mendukung kebijakan pemerintah. Namun, pemerintah diminta untuk berdialog lebih dalam dengan PTN karena masih ada sejumlah kebijakan yang perlu diperjelas dalam pelaksanaan di kampus. (ELN/LUK)

DUA DUNIA KAMI

0 comments
Penampilan seseorang kadang bisa menjebak kita. Orang yang sekilas terlihat kalem dan pendiam, tetapi kadang dia mempunyai hobbi atau profesi lain yang bertolak belakang alias sangat ekstrem. Mungkin topik Kick Andy kali ini sangan cocok dengan pepatah yang mengatakan “Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya.”

Adalah pemuda kalem dan santun bernama Danar Sanjaya. Pria berkacamata ini sehari-hari bekerja sebagai operator di salah satu Stasiun Pengisihan Bahan Bakar untuk Umum atau SPBU di daerah Taman Tirto, Bantul, Yogyakarta. Hampir setiap jam kerja, hari-hari Danar dihabiskan untuk melayani pelanggan yang hendak mengisi bahan bakar untuk mobil atau motor. Sepintas pekerjaan yang dilakoni pria berkacamata minus ini tidak ada yang istimewa dan sangat monoton. Namun di balik pekerjaan Danar yang monoton dan rutinitas itu ternyata dia berprofesi sebagai pemain band. Tidak tanggung-tanggung di grup band ini Danar sebagai vokalis. Dan band ini beraliaran hardcord alias cadas.

Sementara itu di Surabaya ada Mama Bonita. Di setiap kesempatan acara ulang tahun anak-anak misalnya, Mama Bonita menghibur anak-anak itu sebagai badut. Dengan kostum dan make up yang berwarna – warni, Mama Bonita selain membuat gerakan-gerakan yang lucu ia juga memainkan sulap. Mama Bonita mengaku sangat senang menjadi badut. Selain mendapatkan honor yang lumayan, ia juga bisa dekat dengan anak-anak. “Anak-anak itu sangat bergembira. Dan, saya sangat senang melihat ekspresi mereka yang gembira itu,”ujar Mama Bonita. Nah, tahukah Anda, di balik pakaian badut itu ternyata sehari-hari Mama Bonita adalah seorang perwira polisi. Ya,Mama Bonita adalah polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi yang bertugas di Polda Jawa Timur.

Tiga pria masing-masing Deddyk Eryanto Nugroho, Justinus Irwin Ardyanto dan Wahyu Nugoroho adalah personel kelompok band yang berjuluk Bangkutaman. Band yang beraliran indie ini sudah mengeluarkan beberapa album dan sudah pentas di berbagai pertunjukkan. Namun dibalik aktivitas bermusik, mereka mempunyai profesi bertolak belakang dengan kegiatan bermusiknya. Deddyk Eryanto Nugroho berprofesi sebagai pengacara, Justinus Irwin Ardyanto sebagai editor buku dan Wahyu Nugroho alias Acum sebagai wartawan majalah musik.

Satu lagi narasumber Kick Andy yang mempunyai dua profesi yang bertolak belakang adalah Rustamaji yang biasa dipanggil Kachong. Sudah hampir 15 tahun Kachong menjadi juru parkir di depan gedung SMU 6, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selain menjadi juru parkir, Rustamaji yang asal Madura, Jawa Timur ini juga menjadi pemulung. Ia mengumpulkan botol minuman plastik di jalan-jalan ke dalam karung. “Botol-botol plastik itu saya kumpulkan. Sekitar satu bulan nanti ada yang datang untuk membeli barang-barang yang saya kumpulkan,” kata Kachong memberi alasan.

Diluar dugaan, ternyata di balik profesi sebagai juru parkir dan pemulung Kachong adalah guru tari, teater dan pemain musik etnis. Pada hari-hari tertentu Kachong mengajar tari kepada beberapa orang yang berminat.

Cita-cita atau harapan untuk menjadi seseorang memang suatu misteri yang kadang sangat sulit untuk diwujudkan. Tidak jarang untuk menuju suatu cita-cita seseorang harus melalui jalan yang berliku dan penuh rintangan. Untuk itu, jika Anda sudah mendapatkan isyarat di hati atau lentera jiwa, Anda bisa mengikutinya. (end)

Pertunangan Dini: Saling Cinta, Bocah Imut Ini Bertunangan

0 comments
KOMPAS.com - Pernikahan anak dikutuk oleh kelompok hak asasi manusia internasional. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bahkan merekomendasikan agar saban negara mengadopsi aturan bahwa usia minimum menikah adalah 18 tahun, laki maupun perempuan.
____________________________________________________________________________________

Tapi di Syiria, ada orangtua pihak pria dan perempuan sama-sama setuju anak mereka bertunangan pada usia yang sangat belia. Ini mungkin akan tercatat dalam rekor dunia karena calon mempelai pria, Khalid, masih berumur lima tahun.

Sedangkan calon istrinya, Hala, masih tiga tahun. Jadi, kedua bocah itu masih dapat digolongkan sebagai anak di bawah lima tahun, biasa disingkat sebagai balita.

Orangtua kedua mempelai tidak hanya menanggapi serius, tetapi bahkan mengatur seremoni dan membelikan cincin pertunangan untuk saling bertukar layaknya calon pengantin dewasa.

Kata orangtuanya, Khalid dan Hala memutuskan pertunangan itu atas kehendak bebas mereka, meskipun mereka baru akan menikah setidaknya 10 tahun lagi.

"Kami tahu, Khalid dan Hala mungkin berubah pikiran nanti, tapi apa yang kami ketahui saat ini adalah bahwa mereka sangat bahagia dan bercengkerama setiap hari," ujar Juma, ayah si Khalid, kepada Gulf News. "Khalid menunggu berusia 15 tahun untuk menikahi Hala."

Dikisahkan, Khalid bertemu dan jatuh cinta pada Hala ketika sedang berlibur di Lattakia, kawasan pantai Mediterania Syria.

Khalid diduga kasmaran ketika kembali ke rumahnya di kota Homs, sekitar 100 mil di utara Damaskus, ibukota Syiria. Ia ngambek jika Hala tidak berada di dekatnya.

"Khalid bilang kepada saya dan ibunya, dia ingin tinggal bersama Hala atau membawanya ke rumah di Homs," kata Juma.

Alih-alih menganggap ini sekadar cinta monyet, orangtua Khalid justru menelepon orangtua Hala untuk meminta pendapatnya.

"Dia bilang, anak perempuannya menunjukkan gejala serupa karena merasa sendiri, dan keluarganya akan sangat bahagia jika mereka bertunangan," lanjut Juma.

Khalid adalah anak tunggal setelah 20 tahun perkawinan Juma. Saat mengalami kesulitan selama hamil, ibunya bersumpah bahwa jika anaknya lelaki, dia akan ditunangkan pada usia lima tahun dan akan menikahkannya dengan perempuan pilihannya saat anak lelakinya berusia 15 tahun.

Kini, sumpah itu jadi kenyataan. Khalid si lelaki dari Homs itu sudah jatuh cinta di usia lima tahun.

http://internasional.kompas.com/read/2010/10/22/04422697/Saling.Cinta..Bocah.Imut.Ini.Bertunangan-8

Sunday, October 10, 2010

SAP SADARI

0 comments

 Mata Kuliah                : Community Health Nursing (CHN)
Pokok bahasan            : Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
Sasaran                        : 20 orang ibu-ibu PKK
Tempat Kegiatan         : Rumah Ketua RT. 05 RW. 03 Damean Kelurahan Tamanharjo     Singosari
Hari/ Tanggal              : 3 Oktober 2010
Alokasi Waktu            : 25 menit
Pertemuan ke              : 1
Pengajar                      : Anugerah Eka Purwanti

A.      Tujuan Instruksional
Tujuan Umum:
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta didik diharapkan mampu menjelaskan konsep dan dapat mendemonstrasikan prosedur  pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) secara mandiri dengan benar dan tepat
Tujuan Khusus:
1.    Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik dapat memahami pentingnya pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
2.    Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik mampu menguasai prosedur pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
3.    Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik mampu mendemonstrasikan cara pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) secara mandiri dengan benar dan tepat
B.       Sub Pokok Bahasan
1.         Pentingnya pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
2.         Prosedur pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
C.       Kegiatan Belajar Mengajar



Tahap
Waktu
Kegiatan Mengajar
Kegiatan Peserta Didik
Metode
Media
Pendahuluan
3 menit
1.Memperkenal-kan diri, mengucapkan salam dan doa
2.Menjelaskan maksud dan tujuan pembe-lajaran.
3.Menjelaskan kontrak waktu
1.  Menjawab salam dan berdoa

2.Memperhatikan dengan seksama
 
3. Memperhatikan dengan seksama
- Ceramah


- Ceramah

- Ceramah
-



-



-
Penjelasan
15 menit
1.Menjelaskan pentingnya pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
2.Memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya
3.Menjelaskan prosedur pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
4.   Mendemontrasikan SADA-RI


5.Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan materi yang belum dipa-hami
1.Memperhatikan penjelasan materi



2.    Bertanya



3.Memperhatikan simulasi SADA-RI dengan sek-sama


4.    Mendemonstrasikan SADARI de-ngan benar dan tepat
 
5.   Menanyakan materi yang belum dipahami
-   Ceramah




-Tanya jawab



-   Ceramah




-   Demontrasi


 
-Tanya jawab
-    Poster




-    Poster



-    Poster




-  Manekin da poster 
-  Manekin dan poster

Penutup
7 menit
1.Memberikan pertanyaan kepada peserta didik tentang materi yang telah disam-paikan
2.    Menunjuk salah satu peserta untuk memeragakan prosedur SADARI
3.    Meyimpulkan kegiatan  proses belajar-mengajar dan memberikan apresiasi kepad a peserta didik
4.    Membagikan mini pamflet

5.Mengucapkan salam penu-tup, penutupan dan doa
1.Menjawab pertanyaan yang diberikan




2.    Mendemonstrasi-kan prosedur SA-DARI


3.     Memperhatikan dengan seksama



 
4.Menerima mini pamflet untuk dibawa pulang
5.     Menjawab salam
-Tanya jawab




- Demonstrasi



-   Ceramah



 

-   Ceramah


-   Ceramah
-    




 
- Manekin


 
-     




 
-   Mini pamflet

-
D.      Evaluasi
       Kriteria Evaluasi:
a.       Evaluasi Terstruktur
-          Sebelum melakukan penyuluhan, dilakukan perijinan kepada pihak-pihak terkait seperti Ketua RT dan Ketua RW
-          Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat penyuluhan
-          Pelaksanaan penyuluhan sesuai yang telah dirumuskan pada SAP
-          Peserta didik hadir di tempat penyuluhan (rumah Ketua RT.05 RW.03 Damean Kelurahan Tamanharjo)
-          Jumlah peserta didik yang datang minimal 20 orang
-          Kesiapan penyuluh termasuk kesiapan modul dan media yang akan digunakan
-          Kesiapan peserta didik meliputi kesiapan menerima penyuluhan
-          Peserta diundang secara tertulis 3 hari sebelum penyuluhan dan diingatkan kembali secara lisan pada hari kesatu sebelum penyuluhan.
b.      Evaluasi Proses
-          Peserta didik antusias terhadap materi penyuluhan
-          Peserta didik tidak meninggalkan tempat penyuluhan
-          Peserta didik mengajukan pertanyaan sesuai dengan materi yang disampaikan penyuluh
-          Peserta didik mendemonstrasikan SADARI dengan benar dan tepat
-          Penyuluh menjelaskan atau menyampaikan materi dengan jelas dan dengan suasana yang rileks.
c.       Evaluasi Hasil:
-          Peserta didik dapat menjelaskan pentingnya pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
-          Peserta didik dapat menjelaskan konsep pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
-          Peserta didik dapat mendemonstrasikan teknik pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) (SOP terlampir)
E.       Materi (terlampir)
F.        Daftar Pustaka
Smeltzer dan Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth Volum 1. Jakarta: EGC



Lampiran 1

Materi Penyuluhan
PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI)

1.             Pentingnya pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
Saat ini, kanker payudara menempati posisi kedua dalam angka kejadiannya sendiri dalam tataran penyakit kanker yang mematikan. Menurut Saleh (2009), organisasi penanggulangan kanker sedunia (UICC) maupun WHO memprediksi angka kejadian kanker payudara naik 80% pada tahun 2030, khususnya 70% terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia, sedangkan menurut data dari Departemen Kesehatan terdapat satu penderita kanker payudara di antara 1000 penduduk di Indonesia. Diestimasikan terdapat 200.000 pasien baru kanker payudara setiap tahun, dimana sebanyak 60%-70% dari jumlah tersebut memerlukan terapi radiasi, sedangkan menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang pada tahun 2005 kasus kanker payudara sebanyak 749 kasus (19,62%).
Karena banyak kanker payudara terdeteksi oleh wanita itu sendiri, penyuluhan pada setiap wanita diprioritaskan mengenai bagaimana dan kapan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) (Smeltzer dan Bare, 2010). SADARI yaitu pemeriksaan yang mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk mengetahui adanya benjolan atau kelainan payudara lainnya.. Tujuan utama SADARI adalah menemukan kanker dalam stadium dini sehingga pengobatannya menjadi lebih baik.
Ternyata 75-82% keganasan payudara ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan payudara sendiri (Anonim dalam Dalimartha, 2004). Diperkirakan hanya 25%-30% wanita yang melakukan SADARI dengan baik dan teratur setiap bulannya. Wanita yang lebih muda, yang mungkin mempunyai benjolan normal pada payudara mereka, ternyata kesulitan dalam melakukan SADARI. Bahkan wanita yang melakukannya mungkin menunda mencari bantuan medis karena ketakutan, faktor ekonomi, kurang pendidikan, enggan untuk bertindak jika tidak merasa nyeri, faktor psikologis, dan kesopanan (Brunner dan Suddarth, 2001). Sehingga diharapkan dengan disosialisasikannya program SADARI ini, dapat mendeteksi secara dini penyakit kanker payudara, dengan harapan dapat ditangani secepat mungkin.
2.             Prosedur pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
Langkah pertama:
a.       Berdirilah di depan cermin
b.      Periksa payudara terhadap segala sesuatu yang tidak lazim
c.       Perhatikan adanya rabas dari puting susu, keriput, dimpling, atau kulit yang mengelupas
Dua tahap berikut ini dilakukan untuk memeriksa segala perubahan dalam kontur payudara anda. Ketika anda melakukannya, anda harus mampu untuk merasakan otot-otot anda menegang.
Langkah kedua:
a.       Perhatikan dengan baik di depan cermin ketika melipat tangan di belakang kepala dan menekan tangan ke arah depan
b.      Perhatikan setiap perubahan kontur dari payudara
Langkah ketiga:
a.       Tangan ditekan dengan kuat pada pinggang dan agak membungkuk ke arah cermin sambil menarik bahu ke arah depan
b.      Perhatikan setiap perubahan pada kontur payudara
Beberapa wanita melakukan bagian pemeriksaan berikut ketika sedang mandi dengan shower. Jari-jari anda akan meluncur dengan mudah di atas kulit yang bersabun, sehingga anda dapat berkonsentrasi dan merasakan terhadap setiap perubahan di dalam payudara
Langkah keempat:
a.       Angkat lengan kiri
b.      Gunakan 3 atau 4 jari tangan kanan untuk meraba payudara kiri dengan kuat, hati-hati, dan menyeluruh
c.       Mulailah pada tepi terluar, tekan bagian datar dan jari tangan dalam lingkaran kecil, bergerak melingkar dengan lambat di sekitar payudara
d.      Secara bertahap lakukan ke arah puting susu
e.       Pastikanlah untuk melakukannya pada seluruh payudara
f.       Beri perhatian khusus pada area di antara payudara dan di bawah lengan, termasuk bagian bawah lengan itu sendiri
g.      Rasakan adanya benjolan atau massa yang tidak lazim di bawah kulit
Langkah kelima:
a.       Dengan perlahan remas puting susu dan perhatikan terhadap adanya rabas
b.      Jika rabas dikeluarkan dari puting susu selama sebulan –yang terjadi ketika sedang atau tidak melakukan SADARI- temuilah dokter
c.       Ulangi pemeriksaan pada payudara kanan
Langkah keenam:
a.       Langkah 4 dan 5 harus diulangi dengan posisi berbaring
b.      Berbaringlah mendatar telentang dengan tangan kiri di bawah kepala dan sebuah bantal atau handuk yang dilipat di bawah bahu kiri (posisi ini akan mendatarkan payudara dan memudahkan untuk memeriksa)
c.       Gunakan gerakan sirkuler yang sama seperti diuraikan di atas
d.      Ulangi pada payudara kanan
Pilihan waktu untuk SADARI adalah antara hari ke-5 dan ke-10 dari siklus haid, dengan menghitung hari pertama haid sebagai hari 1. Wanita pascamenopause dianjurkan untuk memeriksa payudaranya pada tiap hari pertama setiap bulan untuk meningkatkan rutinitas SADARI (Smeltzer dan Bare, 2001).



Lampiran 2

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI)

NO.
LANGKAH-LANGKAH
PELAKSANAAN
BENAR
SALAH
1.               
Langkah pertama:
a.       Berdirilah di depan cermin
b.      Periksa payudara terhadap segala sesuatu yang tidak lazim
c.       Perhatikan adanya rabas dari puting susu, keriput, dimpling, atau kulit yang mengelupas


2.               
Langkah kedua:
a.       Perhatikan dengan baik di depan cermin ketika melipat tangan di belakang kepala dan menekan tangan ke arah depan
b.     Perhatikan setiap perubahan kontur dari payudara


3.               
Langkah ketiga:
a.     Tangan ditekan dengan kuat pada pinggang dan agak membungkuk ke arah cermin sambil menarik bahu ke arah depan
b.     Perhatikan setiap perubahan pada kontur payudara
Beberapa wanita melakukan bagian pemeriksaan be-rikut ketika sedang mandi dengan shower. Jari-jari anda akan meluncur dengan mudah di atas kulit yang ber-sabun, sehingga anda dapat berkonsentrasi dan me-rasakan terhadap setiap perubahan di dalam payudara


4.               
Langkah keempat:
a.     Angkat lengan kiri
b.     Gunakan 3 atau 4 jari tangan kanan untuk meraba payudara kiri dengan kuat, hati-hati, dan menyeluruh
c.     Mulailah pada tepi terluar, tekan bagian datar dan jari tangan dalam lingkaran kecil, bergerak melingkar dengan lambat di sekitar payudara
d.    Secara bertahap lakukan ke arah puting susu
e.     Pastikanlah untuk melakukannya pada seluruh payudara
f.      Beri perhatian khusus pada area di antara payudara dan di bawah lengan, termasuk bagian bawah lengan itu sendiri
g.     Rasakan adanya benjolan atau massa yang tidak lazim di bawah kulit


5.               
Langkah kelima:
a.    Dengan perlahan remas puting susu dan perhatikan terhadap adanya rabas
b.    Jika rabas dikeluarkan dari puting susu selama sebulan –yang terjadi ketika sedang atau tidak melakukan SADARI- temuilah dokter
c.    Ulangi pemeriksaan pada payudara kanan


6.               
Langkah keenam:
a.    Langkah 4 dan 5 harus diulangi dengan posisi berbaring
b.    Berbaringlah mendatar telentang dengan tangan kiri di bawah kepala dan sebuah bantal atau handuk yang dilipat di bawah bahu kiri (posisi ini akan mendatarkan payudara dan memudahkan untuk memeriksa)
c.    Gunakan gerakan sirkuler yang sama seperti diuraikan di atas
d.   Ulangi pada payudara kanan




NILAI =   Jumlah poin yang benar x 100% = .....  x  100%  =  ..... %
                     Jumlah semua poin                     21

INDIKATOR KEBERHASILAN =  > 80%