Oleh Dr A Ilyas Ismail ****************
Memberi (giving) sesungguhnya merupakan pangkal kebahagiaan. Sebaliknya, meminta atau menuntut (getting) merupakan sumber keresahan. Kalau kita memberi, kita akan merasa lega dan gembira, sedangkan kalau kita menuntut, apalagi jika tuntutannya besar dan tak dipenuhi, kita akan merasa jengkel dan kecewa. Itu sebabnya agama(Islam) menyuruh kita agar memberi bukan meminta.
Memberi merupakan sunnatullah dan watak dari alam semesta. Perhatikan, misalnya, matahari, bumi, tumbuh-tumbuhan, sungai, dan lautan; mereka semuanya hanya memberi, tak pernah meminta apa pun dari kita. Allah SWT sendiri adalah Tuhan Yang Maha Pemberi. "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Tuhan Maha pemberi." (QS Ali Imran [3]: 8).
Hukum memberi (the law of giving) ini mengajarkan kepada kita paling tidak tiga hal.
Pertama, apa yang kita tanam, itu pulalah yang kita tuai. "Man zara'a Hashada," kata pepatah Arab. Benar sepenuhnya, adagium lama yang menyatakan, "Siapa menabur angin, ia akan menuai badai." Ini merupakan ketetapan Allah (sunnatullah) yang tidak akan pernah berubah.
Kedua, kalau kita memberi (giving), pasti kita akan mendapat (getting). Diakui, manusia sering berpikir pendek dan terjebak pada logika materialisme sempit, yang seolah-olah kalau kita memberi, ada sesuatu yang hilang dari kita. Hal yang sebenarnya tidaklah demikian. Apa yang kita berikan tidak pernah hilang. Ada semacam kekekalan energi di situ. "Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal." (QS Al-Nahl [16]: 96).
Ketiga, kita perlu membudayakan kebiasaan memberi bukan meminta. Memberi dahulu, baru kemudian kita mendapat. Ungkapan take and give(mendapat dan lalu memberi) yang populer dalam masyarakat kita, mungkin perlu diganti dengan ungkapan, "give and receive" (memberi dan lalu mendapat).
Apa yang kita berikan tidak selamanya berarti harta dan kekayaan kita (fisik-material). Kita bisa memberikan hal-hal lain yang kita miliki, misalnya tenaga, pikiran, ide dan gagasan, serta doa, atau memberikan perhatian, cinta, dan kasih sayang. Pemberian dalam bentuk yang terakhir ini, menurut penyair Khalil Gibran, justru merupakan pemberian yang sungguh besar dan penuh makna.
Memberi tak boleh dilakukan karena pertimbangan bisnis (QS Al-Muddatstsir [74]: 6), tetapi karena pertimbangan kebaikan (QS Ali Imran [3]: 92). Memberi juga bukan solusi menang menang (win-win solution), melainkan jalan keluar menuju kebesaran (greatness) dan kebahagiaan (happiness) abadi di dunia dan akhirat. Wallahu a'lam.
Dimuat di Republika Edisi 23 Desember 2010
Red: Siwi Tri Puji B
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/12/23/154131-hikmah-hari-ini-memberi-bukan-meminta
Memberi (giving) sesungguhnya merupakan pangkal kebahagiaan. Sebaliknya, meminta atau menuntut (getting) merupakan sumber keresahan. Kalau kita memberi, kita akan merasa lega dan gembira, sedangkan kalau kita menuntut, apalagi jika tuntutannya besar dan tak dipenuhi, kita akan merasa jengkel dan kecewa. Itu sebabnya agama(Islam) menyuruh kita agar memberi bukan meminta.
Memberi merupakan sunnatullah dan watak dari alam semesta. Perhatikan, misalnya, matahari, bumi, tumbuh-tumbuhan, sungai, dan lautan; mereka semuanya hanya memberi, tak pernah meminta apa pun dari kita. Allah SWT sendiri adalah Tuhan Yang Maha Pemberi. "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Tuhan Maha pemberi." (QS Ali Imran [3]: 8).
Hukum memberi (the law of giving) ini mengajarkan kepada kita paling tidak tiga hal.
Pertama, apa yang kita tanam, itu pulalah yang kita tuai. "Man zara'a Hashada," kata pepatah Arab. Benar sepenuhnya, adagium lama yang menyatakan, "Siapa menabur angin, ia akan menuai badai." Ini merupakan ketetapan Allah (sunnatullah) yang tidak akan pernah berubah.
Kedua, kalau kita memberi (giving), pasti kita akan mendapat (getting). Diakui, manusia sering berpikir pendek dan terjebak pada logika materialisme sempit, yang seolah-olah kalau kita memberi, ada sesuatu yang hilang dari kita. Hal yang sebenarnya tidaklah demikian. Apa yang kita berikan tidak pernah hilang. Ada semacam kekekalan energi di situ. "Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal." (QS Al-Nahl [16]: 96).
Ketiga, kita perlu membudayakan kebiasaan memberi bukan meminta. Memberi dahulu, baru kemudian kita mendapat. Ungkapan take and give(mendapat dan lalu memberi) yang populer dalam masyarakat kita, mungkin perlu diganti dengan ungkapan, "give and receive" (memberi dan lalu mendapat).
Apa yang kita berikan tidak selamanya berarti harta dan kekayaan kita (fisik-material). Kita bisa memberikan hal-hal lain yang kita miliki, misalnya tenaga, pikiran, ide dan gagasan, serta doa, atau memberikan perhatian, cinta, dan kasih sayang. Pemberian dalam bentuk yang terakhir ini, menurut penyair Khalil Gibran, justru merupakan pemberian yang sungguh besar dan penuh makna.
Memberi tak boleh dilakukan karena pertimbangan bisnis (QS Al-Muddatstsir [74]: 6), tetapi karena pertimbangan kebaikan (QS Ali Imran [3]: 92). Memberi juga bukan solusi menang menang (win-win solution), melainkan jalan keluar menuju kebesaran (greatness) dan kebahagiaan (happiness) abadi di dunia dan akhirat. Wallahu a'lam.
Dimuat di Republika Edisi 23 Desember 2010
Red: Siwi Tri Puji B
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/12/23/154131-hikmah-hari-ini-memberi-bukan-meminta
0 comments:
Post a Comment
silakan komen :))